Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Seseorang berjalan menuju penggung berjalan melewati sekumpulan yang haus akan keterangan-keterangan yang akan diutarakan oleh salah satu pejabat itu. Saya tidak akan menyebut pejabat apapun, karena objek saya disini bukan hanya pejabat suatu instansi tertentu, melainkan mereka semua yang menyandang nama pejabat. Ruangan saat itu terasa hening dan dihiasi wajah para hadirin yang dipenuhi rasa antusias, terkecuali tiga orang yang duduk dipojok belakang. Karena mereka telah mengetahui siapa sebenarnya orang yang dihadapan mereka.

“Kehormatan itu berasal dari diri kita sendiri. Aji ning diri soko lathi, aji ning rogo soko busono, kehormatan diri itu dilihat dari hati, sedangkan kehormatan raga itu dilihat dari pakaiannya,” ucap pejabat tersebut. “Kehormatan?” ucap Mujib disertai senyum getir yang diikuti dua temannya Sandi dan Jebod.

Dipenghujung acara, MC membuka sesi pertanyaan, dengan sigap sandi mengangkat tangan bersiap untuk bertanya “Pak Hasan, saya ingin betanya bagaimana cara Anda mendapat jabatan Anda saat ini, karena saya sering melihat seseorang yang mendapat jabatan dari cara yang sama sekali tidak mencerminkan sebuah kehormatan, dan saya harap bapak tidak termasuk orang tersebut,” ucap Sandi dengan tegas. Pak Hasan tersenyum. “Prestasi, pencapaian, kerja keras dan tekad yang kuat, semua itulah yang menjadikan saya bisa berdiri disini.” “Kurang satu pak! Orang dalam,” celetukan Jebod membuat Pak Hasan menurunkan senyumnya. Atmosfer ruangan seketika menjadi tegang dan hening. Pak Hasan membela diri, “Menuduh tanpa bukti itu namanya fitnah, dan itu merupakan erilaku yang harus kita hindari.” Jebod kembali menimpali, “Bukti? Itu sederhana, kalau dilihat dari prestasi dan pencapaian Pak Burhan lebih dari bapak, tapi kok bapak yang terpilih.” Mujib tidak memberi jeda sedikitpun, “Kita bertetangga pak, semua tetangga kita juga tahu kalau paman bapak memegang jabatan penting disitu!”


Merasa acara tidak kondusif panitia menyuruh mereka bertiga agar segera meninggalkan ruangan, tanpa disuruh dua kali mereka bergegas meninggalkan ruangan, sampai diambang pintu Mujib behenti sejenak dan berucap, “Seseorang yang menopaki jalan kehinaan, tak pantas berbicara soal kehormatan.” Sandi pun menimpali, “Amar ma’ruf kok sambil munkar.”

Oleh: Made In Dewek sn

Komentar

Terpopuler

Samudra X JKM 24

Aku Tak Ingin Menyerah

Khidmah, Cara Santri Memperoleh Barokah

Hujan Dan Langit