Ayahku



 

        Baru saja 2 bulan aku disini, pada saat itu aku masih santri baru. Aku berada di tempat yang sangat jauh dari rumahku, bahkan ditempuh dengan transportasi udara. Disini sangat asing, tidak ada siapa siapa yang aku kenali, juga bahasa mereka yang sulit dipahami. Aku berusaha untuk beradaptasi dengan orang orang berbagai daerah, berbagai sikap, dan sebagainya.

        Tempat yang disebut pondok dengan suasana yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Disinilah aku berniat ingin berubah, menjadi pribadi yang lebih baik yang di harapkan oleh kedua orang tuaku, tumbuh menjadi gadis yang mandiri adalah harapan dan keinginanku ketika sudah sekian kali aku sering mengecewakan, dan menghawatirkan mereka.

         Hingga pada saat itu keinginan yang perlahan sedang kubentuk seakan akan dihancurkan karena kondisiku yang sedang tidak baik. Apa aku akan merepotkan mereka lagi? Tapi juga tidak mungkin aku melalui kondisi seperti ini tanpa kedua orang tuaku tau, akupun mengabari mereka

         Setelah dua hari aku mengabari rumah, betapa kagetnya aku, dulu orang yang kuanggap tidak penting peduli denganku, orang yang memerintahku , mengekangku dengan segala peraturannya, tanpa mau tau apa keinginanku. Sekarang ia sedang berdiri didepan gerbang asramaku, dengan wajah kekhawatirannya, kasih sayang, dan kelembutannya. Aku pikir dia akan memperdulikanku hanya lewat materi sama seperti dulu aku dirumah. 

        Ia datang dan menghancurkan segala pikiran buruk tentangnya. Kami sowan, apakah kau diizinkan pulang kerumahku. harapan aku bisa pulang karena orang tuaku sudah jauh untuk menjemputku. Ternyata tidak, kecewa? Sedikit, tapi harus menerima dengan sepenuh hati karena ini adalah sepakat beliau. Ternyata aku hanya diizinkan untuk berobat selama 3 hari di Surabaya.

        Selama 5 hari inilah sosok yang kusebut AYAH memperlakukanku seperti bunda yang mengurusiku ketika sakit. Tapi kenapa aku sedikit canggung, apa karena selama 17 tahun ini aku tidak pernah merasakannya ? Perhatian, khawatir dengan keadaanku sekarang.

        Ini malam terakhirku diluar, besok aku kembali ke pondok, aku tidak bisa tidur padahal sudah menunjukkan pukul 00:35 WIB, aku dikejutkan dengan suara isak tangisan yang membuatku spontan membuka mata tapi aku langsung menyipitkannya kembali, karena aku melihat bahwa ayahku sedang berdoa dan seperti baru selesai melaksanakan sholat. 

        Disini ayahku berseru, meminta agar sang maha kuasa selalu melindungiku, dengan isakan air mata  yang tidak pernah ku saksikan selama aku bersamanya, tes…tes…. Air mataku, pipiku, aku nangis? Aku benar benar tidak tahan. malam ini jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tak sengaja aku fikirkan, terjawab dengan jelas.

        Mungkin tanpa sakit ini, aku tidak pernah sadar bahwa dulu, laki laki yang selalu setia menunggu dan berdiri didepan pintu rumah karena pulangku yang selalu malam. jika aku tau ayah sedang tak dirumah aku malas untuk pulang, karena dirumahku tidak ada kesenangan seperti dirumah teman temannku.

        Khawatir itu wajar karena aku adalah anak perempuan pertamanya, merelakan segalanya untukku . sama seperti anak perempuan lainya aku juga akan mengatakan bahwa ayah adalah cinta pertama  gadis kecilnya

        Grab sudah mengantarkanku dan ayah kedepan gerbang pondokku. Setelah sampai aku bergegas masuk pondok dan berpamitan  kepada ayah, ayahku memelukku sangat lama, perpisahan 2 bulan yang lalu sama seperti hari ini, bedanya perpisahan hari ini aku benar benar merasakkan jika ayahku sangat berat untuk melepaskanku.

         Dari sini aku belajar, tidak ada  orangtua  yang tidak menyayangi anaknya, dan tidakada luka yang dibarengi bahagia. Ikut segalanya sesuai alur,semua ada waktunya dan kebahagiaan adalah hak semua orang,…

 

Oleh:@wirdan nada 


 

 

Komentar

Terpopuler

Samudra X JKM 24

Aku Tak Ingin Menyerah

Khidmah, Cara Santri Memperoleh Barokah

Hujan Dan Langit