Mutiara Dan Kalam Hikmah Habib Luthfi Dalam Bingkai Khazanah 2022

 

                Kamis, 6 januari 2022, menandakan hari terakhir  kami (samudra 22) dalam rihlah Khazanah 2022, perjalanan panjang ziarah makam 9 wali,  tokoh penyebar islam di pulau jawa, dan menjadi cikal bakal menyebarnya agama islam di seantro nusantara, hingga menjadi negara dengan populitas agama islam terbesar di dunia.

                Tepat pada hari itu, setelah berziarah di makam Syeikh Ali Gedongan dan Syeikh Syarif Hidayatullah atau  Sunan Gunung Jati, kami seluruh keluarga besar tamatan 22 mendapat kesempatan yang beribu-ribu berkahnya, sowan di kediaman beliau Habib Luthfi Bin Yahya, seorang yang memberi keteduhan dan kedamaian bagi banyak orang.

                Berawal singgah di Majelis Kanzus Sholawat, untuk melaksanakan sholat jamak takhir,  dengan pengiringan Banser dan Resor Kepolisian Pekalongan,  rombongan diarahkan ke kediaman beliau,  yang berjarak kurang lebih 150 meter dari kanzus sholawat, iringan sholawat dari beberapa majelis di sekitar permukiman,  mewarnai langkah kaki kami ke kediaman beliau.

                Setibanya di lokasi, terlihat raut muka bahagia dan penuh haru dari setiap pasang mata para rombongan khazanah 22, semangat abdi dalem dalam memberikan suguhan pada kami, menambah kehangatan suasana malam itu, beberapa menit telah berlalu, suguhan makanan yang sangat berkah dan tentunya enak, telah habis kami santap.

                Diselingi dengan gelak tawa, karena lelucon dari salah satu anggota keluarga Habib Luthfi. Kami menunggu beliau rawuh di hadapan kami, tak perlu menunggu lama, Habib Luthfi datang menyapa, hening seketika, kami berusaha tak bersuara, agar setiap kalimat dari beliau dapat kami dengar dengan jelas, beberapa saat kemudian para pengasuh Pondok HM Al-Mahrusiyah, K.H Reza Ahmad Zahid datang menghadap Habib Luthfi, sungkem dan duduk di bawah kursi Habib Luthfi, menggambarkan tentang tentang kewajiban seorang murid untuk selalu menghormati gurunya, kapan pun dan dimana pun berada.  

 

                Selepas bercengkerama dengan Gus Reza, Habib Luthfi memberikan pesan-pesan indah yang akan selalu tersimpan dalam memori dan lubuk hati paling dalam, beliau berpesan “Kalian sebagai santri, tidak dipungkiri telah mendapat 1 amanah, yaitu amanah dari orang tua, maka dari itu, jangan sampai kalian mengecewakan kepercayaan itu, orang tua kalian banting tulang di rumah mencari pesangon untuk di pesantren, dengan tujuan mulia, oleh karenanya balaslah melalui perbuatan mulia serta menimalisir kejelakan. Kemudian, setelah kalian keluar dari pesantren, kalian akan menanggung dua kepercayaan, yaitu guru dan orang tua, maka dari itu, saya ingatkan kembali, jangan sampai mengecewakan keduanya.”.

 Beliau kembali menambahkan bahwa “Umat islam tak selalu berjihad dengan menggunakan pedang sembari teriak  “Allahu Akbar” itu tidak benar, tidak tepat, tapi jihadlah dengan membangun sekolah, pesantren dan lembaga pendidikan, agar nantinya banyak orang berpendidikan dan berpengetahuan sehingga dapat memajukan peradaban islam. Bangun ritel perdagangan, swalayan dan sebagainya, agar memberikan lapangan kerja bagi banyak orang serta memajukan ekonomi perekonomian masyarakat.”

Kemudian Habib Luthfi bertutur,” Wali songo pada khsususnya dan auliya’ serta ulama yang telah wafat, itu sebenarnya tidak meninggal, beliau-beliau hanya berpindah alam. Ketika kita menziarahi, beliau hadir di tengah-tengah, bersama-sama membaca tahlil dan doa. Dan jangan lupa catatlah hal-hal yang berkaitan dengan para sunan, contohlah sikap toleran wali songo. Raden Fatah ulama yang berjaung pada masa wali songo, menunjukan tentang rasa toleran tinggi. Ketika beliau diangkat menjadi mentri sedangkan rajanya beragama lain, justru membuat kondisi kerajaan maju pesat. Dan lihatlah betapa mulianya para sunan, hingga sekarang tetap memberi kemanfaatan bagi banyak orang, seperti penjual yang bertebaran di sekitar makam sunan.

Masih banyak sebenarnya mutiara-mutiara hikmah beliau, berhubung keterbatasan manusia, jadi hanya sekedar beberapa pesan itu yang dapat dituangkan dalam tulisan ini. Selepas rangkaian do’a semua rombongan akan kembali, sempat ada inisiatif untuk bersalaman, tapi sebelum itu beliau terlebih dahulu berkata: “Wes ra sah salaman, nyawang to wes cukup (sudah tidak perlu salaman, menatap saja sudah cukup.)” semoga perjalanan para peziarah Khazanah 22 mendapat berkah dan restu sang illahi. 

oleh: Zulfarrohman

 

                 

               

Komentar

Terpopuler

Samudra X JKM 24

Aku Tak Ingin Menyerah

Khidmah, Cara Santri Memperoleh Barokah

Hujan Dan Langit