Cerita Kecil Dibulan Juli

 

            Selamat pagi, wahai kau pagi yang cerah. Suasana yang cukup mendukung bagi kami para pelajar tingkat sekolah menengah akhir, anak sekolah MA. Kurang lebih sekitar pukul 07:15, jam yang memang sudah melampaui batas terakhir berangkat sekolah jika menurut peraturan yang ada.

 Namun, bagi kami ber-4 itu hanyalah sebuah formalitas belaka, sebab entah terlambat atau tidaknya berangkat sekolah, menurut kami tetap sama saja, yang terpenting adalah berangkat sekolah. Keadaan seperti ini sudah menjadi harian bagi kami, dimana tak tersisa seorang pelajar sekolah didalam pondok kecuali kami ber-4.

Berangkat sekolah terakhir memang menjadi adat tercinta yang lebih mndarah daging bagi kami. Bukan karena apa, namun faktor yang sering melibatkan kami dalam antrian mandi urutan terakhir adalah penyebabnya. Entah memang takdir yang tak rela bila kami berpisah dengannya atu sebaagai kutukan sang Maha Pencinta. Entahlah.

”Aku ndisek karo lay yo, arep njukuk kacamata nek Aula. Tak tunggu nek disor”, kataku. Setibanya dillantai 2, lay turun terlebih dahulu. Tiba –tiba,

“loh, tinggal kamu sendiri to?”, sebut saja mbak Syif yang sedang duduk dibagian anak tangga bertanya pada lay.

Nggak mbak, masih ada kok diatas”

“Gerbangnya loh udah dikunci sama mba Nahdis, sekarang mbak nya mandi”

“Maksud e loh! Emang sekarang dimana mbak kuncinya?”

“Coba cari dibawah tangga kalo berani, nanti tak bantuin!”

                Aku berjalan menuju arah bawah tangga, mencari dimana keberadaan sebuah kunci kenegaraan disematkan.

                “Nggak ada mbak”, terangku.

                “Ya udah, berarti dibawa kekamar mandi”

                Sesaat kami pasrah, dan berfikir agak keras agar, kami bisa berangkat sekolah tanpa mendengarkan ceramah. Tiba-tiba dari bagian luar,

                “Kenapa ini?” Tanya seorang Ustadzah yang hendak masuk kedalam pondok.

                “Dikunci Ustadzah”

                “Owh… ya udah” dan beliau pun pergi entah kemana dan tidak ada inisiatif menolong kami.

                “Terus piye iki, sido sekolah ra?”

                “Sekolah! Panggah sekolah! Tapi carane mbuh”

                Kurang lebih 3 orang kang-kang datang, dimana masing-masing diantaranya membawa satu kantung plastic besar yang didalamnya terdapat banyak sterofom berisi makanan ayam geprek.

                “Loh mbak, tolong dibukak gerbang e!” titah kang-kang tersebut yang tampak kebingungan.

                “Dikunci kang” ucap kami serempak

                “Yo dibukak to mbak”

                “Ya kang, bentar” balas kami.

                “Saiki ngomong o nak mbak Syif! Ngomong o lak onok kang-kang ngeterne barang dagangan”. Titah Ellen Lay pun berangkat menghampiri mbak Syif, dan mbak Syif pun menemui kami sembari mengecek keberadaan kang-kang tersebut.

                “Ya udah kalian sembunyi dulu disini biar Aku yang minta kuncinya di mbak Nahdis”

                “Sembunyi kene baek”, ucap si Pephi seraya hendak masuk kedalam koperasi.

                “Ojhok, ngkok lak onok mbak Nahdis, koen bingung metue”

                “Oh iya yak…” tawa kami terpecah mendengarnya.

                “Woo… arek kok mboh!”

                Tak lama kemudian percakapan antara mbak Syif dan mbak Nahdis pun terdengar samar ditelinga kami. Sedangkan kami ber-4 duduk bersembunyi disamping etalase koperasi.

                “Saiki siap-siap sepatuan, engkok garek mlayune! Tapi lak seng mbukak mbak Nahdis… wes gampang ditangani engkok isok”

                Dan mbak Syif pun datang dengan membawa kunci bergantung boneka berbadan warna-warni, “KUNCI KUTUKAN”.

                “Ya mbak… ayok mbak cepetan dibukak-in!”

                “Sek-sek sabar!”

                “Ini gimana sih, nggak bisa tau” terang mbak Syif.

                “Masukan lebih dalem lagi mbak”

                “Piye to, ini tetep nggak bisa”

                “Ya udah sini aku coba mbak”

                Dan untuk kesekian lamanya, akhirnya terbukalah gerbang tersebut. Tanpa berfikir panjang, Aku langsung membuka gerbang dengan dorongan yang cukup kuat. Bahagia terasa. Akibat dengan gerbang yang cukup kuat, mengakibatkan stereform didalam plastic yang diletakkan didekat pagar ikut terdorong dan hendak tumpah. Dengan sigap seorang kang-kang yang menunggu gerbang dibuka segera menopangnya, raut panik pun terwujud dari wajah kang-kang tersebut.

Batin kami ber-4 bahwa didalam hati kang-kang tersebu sedang misoh. Disisi lain, 2 orang kang-kang  yang lain duduk menghadap kea rah barat sontak menoleh ke arah kami, dan mereka hanya memasang wajah kebingungan akan apa yang telah terjadi.

                Tanpa memikirkan keadaan, kami lari tunggang langgang menyelamatkan diri agar berangkat kesekolahan tanpa alasan. Sebab sudah lelahnya kami akan para bajingan yang selalu menata pola kehidupan kami tanpa henti. Para keamanan di INFO 07 hanya terheran-heran melihat kami berlarian, dengan raut wajah sok sangar nya tetap memantau kami ber-4 dan kami pun juga bodo amat. Laripun kami hentikan didepan warnet HMP, hanya tersisa rasa lelah dan nafas yang tak beraturan.

                Dipikiran kami hanya terbesit rasa terima kasih kepada mbak Syif dan merasa bersalah kepada kang penjual geprek. Doa kami semoga baik-baik saja. Dipertengahan jalan , tepatnya depan KPA Bu Diah, Lay tiba-tiba panik akan sepatunya, pasti tau kan wajahnya anak kecil kalau lagi panik, ya itu penggambaran wajah Lay sekarang,

                “Loh ini sepatuya kenapa?”, kata Lay dengan panik. Tak disangka, tiba-tiba sepatu milik Lay, antara alas bagian bawah dan penutup kaki bagian atas telah lepas terpisahkan antara ke-2 nya. Memang sudah hilang adab, kami ber-3 menertawakan juga dengan rasa kasihan akan raut wajahnya.

                “Yah mbak sepatune rusak, sepatune rusak”, ejek anak MTS gedung atas lantai 02, dan membuat kami ber-3 terpingkal-pingkal melihat akan keadaan ini.

=The End=

LIRBOYO,01 JUNI 2021

 

Oleh: -Lah

                 

Komentar

Terpopuler

Samudra X JKM 24

Aku Tak Ingin Menyerah

Khidmah, Cara Santri Memperoleh Barokah

Hujan Dan Langit